Semakin Jauh
Now Playing - Austin Mahone "Someone Like You"
Kepada
langit gelap yang diselimuti awan abu-abu, aku menatap ke atas melalui atap
rumah yang transparan. Tidak ada putih awan yang bermain di atas. Hanya kekelaman yang senang
bersinggah disana hampir 30 menit terakhir setelah letihku bisa dihempaskan ke
atas tempat tidur di kamarku yang nyaman. Aku tidak sedang membahas hujan deras
yang sebentar lagi turun. Hanya begitu terkesima bahwa sore ini aku dan semesta
punya suasana hati yang sama. Jauh dari kecerahan yang bisa membuat langkah ini
mudah untuk maju ke depan. Saat ini rasanya lebih nyaman mengumpat di balik
tembok berwarna gelap agar tak terlihat. Pandangaku sedang tak mampu mencari
arah. Petunjukku hilang entah kemana.
Kini
hidupku sedikit (lebih banyak) sulit untuk menghadapi kenyataan. Aku pun tidak
tahu apa aku terlalu bodoh untuk berusaha menyimpan perasaan yang entah akan
terbalaskan atau sebaliknya. Meski sejujurnya aku siap gila bila
harapan-harapan ini harus musnah karena bertepuk sebelah tangan. Mungkin jarak
dimana aku dan dia berpijak di bawah kolong langit yang sama terlalu luas
membentang. Perbedaan musim di negara aku dan lelaki itu membuat keinginan hati
ini semakin tahu diri. Bahwa dua hati yang gemar bertukar cerita meskipun
perbedaan waktu hampir 12 jam sungguh sulit untuk bersama. Masih aku pelajari
sampai detik ini, benar atau tidaknya hanya jarak yang menjadi ‘pemisah’ pada
kebersamaan kita seperti biasanya. Masih beratkah beban hidup yang harus ia
pikul disana. Tidak hanya belasan kali aku ‘berbicara’ pada Tuhan tentang
bahagiaku yang rasanya berhenti pada segala sesuatu tentang dia. Masa lalu
lelaki itu lebih dari pengingatku untuk mampu melalui hari dengan rasa percaya.
Percaya bahwa hal terberat dalam hidup ini selalu dapat dilalui. Kerinduannya
untuk pulang ke Jakarta menjadi benih harapan yang kini tumbuh subur dalam
hatiku agar sabar menantinya tiba. Beruntungnya, ‘percakapan’ ku dengan Tuhan
terlalu sering hingga aku percaya bahwa akan ada saatnya segala yang kunanti
akan berbuah indah. Meskipun hasil akhirnya jauh dari yang selama ini aku bawa
di dalam doa.
Sabarku
tak akan menjumpai batas waktu sampai hari dimana ia akan kembali. Walau semakin
jauh kurasakan keberadaannya, penantianku bukan lagi tentang betapa ingin aku
memeluknya erat, tapi sebaris kalimat “I’m fine here, you don’t need to worry
about me’ sudah sangat melegakan hatiku yang (hampir) lelah menanti. Aku tampak
bagai lilin yang sedang setia menerangi si gelap yang begitu lemah. Mungkin
semesta tak mendukung, maka dikirimnyalah angin kencang untuk mematikan api
milikku. Jika aku memang harus pergi, baiknya gelap itu tak ada lagi karena telah
berani menyongsong terang. Agar aku tidak sia-sia menjadi lilin yang meleleh
dibakar kesetianku sendiri.
Dikabarkannya
aku melalui mimpi semalam perihal keadaan sang pria, bahwa kesetiannya di
negeri paman Sam masih tetap sama dan selalu bertambah. Yang menyiksa batinnya
hanya karna ia tak mendapatkan hak untuk bertemu denganku dan melepas rindu. Itu
membuatnya merasa semakin jauh dariku. Duka itu memang menyayat hatiku. Namun setidaknya
ada cinta bernasib malang yang sudah juga sedang ia usahakan agar tidak padam. Kini
yang berbahaya adalah daya ingatku yang begitu hebat merekam semua perjalanan
tanpa ada lupa. Aku tetap menyukai itu meski nyawa dalam ingatanku semakin
berbahaya.
With Love, MP♥
Comments
Post a Comment