Posts

Telah Menjadi Doa.

Image
Belum selesai langkah ini berlabuh pada halaman terakhir, namun prosesnya sudah lebih dari langkah-langkah hebat untuk menghantarku sampai setengah jalan. Bening harapan pernah menjadi doa sejak bertahun lalu. Terima kasih Tuhan, sebab yang telah menjadi list dalam doaku sejak dulu perlahan kau bukakan jalan.     Minggu pertama di bulan satu tahun ini sudah memberi kenangan nyata pahit yang menghantam pikiran juga rasaku. Betapa penuh sesal aku percaya pada ciptaan-Nya yang kuanggap baik. Tempat kubekerja penuh ketulusan palsu yang berparas mulia. Rupa mereka mengecohkan dunia. Seakan Tuhan ingin mempertontonkan padaku siapa yang layak dipersilahkan menerima percayaku juga yang tidak. Rasa kecewa dan malu dalam diriku menghampiri tanpa henti. Ingin kucabik raga ini hingga sakit itu hilang. Lalu pada akhirnya sesal berakhir pada teguran Tuhan melalui hari-hari kelamku. Suara-Nya memanggil supaya aku berbicara hanya pada Tuhan melalui doa. Terkapar lemah dengan segala keku

Awal Rindu.

Image
.... perihal bahagia yang memang takkan tuntas, rasa yang berbalas namun terpaksa lepas. Perkara sosok yang absah namun hadir pada tempo yang salah. Pun mengenai kamu yang nyaris. Saling mencintai, nyaris kumiliki,     Saat mereka berdua telah saling memiliki tempat untuk kembali pulang, kasih sayang itu tumbuh pada temu yang hadir melalui pagar rumpang. Aku yang perempuan masih heran sendiri. Dari banyaknya rupa juga raga indah di luar sana, mengapa hanya pria itu yang diterima hatiku untuk bertegur sapa. Tanpa perkenalan lumrah yang mungkin bisa jadi awal baik pada suatu permulaan, cerita soal kita mengalir begitu saja tanpa pamrih bagaimana akhirnya.    Dari jauh-jauh hari mungkin sebenarnya ingin sudah saling menyapa. Tapi belum saling tahu. Lalu Rabu senja di penghujung bulan sepuluh ada pesan pada akun instagram ku. "Boleh aku rindu?" , katanya. Lalu aku tersipu malu. Dan sampai berminggu-minggu ke depan, komunikasi enggan menjauh.    Ia pernah mal

Sebelum Melangkah

Image
Terik cahaya pada siang itu membangunkan tidurku yang tak lelap sedari malam pukul sebelas. Mataku dipaksa terbuka oleh keadaan yang rumit. Membuatku sangat ingin membenturkan kenangan itu dengan keras. Meskipun harus membekas. Pada tiap relung dijemariku merindukan sentuhan tanganmu yang sudah beberapa malam ini membuatku lupa rasanya saat kau ada. Raga ini berusaha kuat menahan jari-jariku untuk tidak mencarimu dalam bentuk nyata. Sulit untukku menampar hati ini agar sadar, bahwa tentang kita harus berakhir tanpa pernah masuk dalam rencana. Lelah kita sudah melewati batas akhir yang terlampau jauh. Ketika berpisah kau dan aku berteriak tanpa suara yang gemuruh. Ada perih yang akan sulit kamu pahami saat kita tak ada lagi. Dan aku pun kini hanya bisa bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku tak mudah melangkah lebih jauh dari ini. Terik cahaya kini sudah diganti oleh mendungnya langit yang mengikuti suasana hatiku. Pukul empat sore lebih tujuh menit langit yan

Hiduplah Dengannya.

Image
Sam Smith - How Will I Know  Ketika puing-puing kenangan yang tersisa masih berputar, tinggal aku yang meratapi bekas jejak langkah kepergiannya. Mungkin sudah dua tahun kami sepakat berpisah, tujuh bulan terakhir benar-benar putus tanpa sepatah kata. Setelah sekian lama tak hadir pada hariku yang ceria, tiba-tiba malam itu angannya meraih ragaku lewat mimpi. Tak ada tanda sebelumnya mengapa ia datang begitu nyata melalui mimpi yang seperti angan. Kupikir takkan ada lagi temu dalam bentuk apapun. Namun bukan ternyata aku salah, karna kadang mimpi seperti tampak bercanda. Saat dimana mimpi itu bagai nyata yang ingin kusegerakan berakhir, tapi kulit di bawah jemariku lebih dulu menyentuh hangat tengkuk lehernya. Hangat. Gugup. Penuh kasih juga takut. Aku harus mendongak agak ke atas untuk meraih tatapan tajamnya yang masih gemar kupandang. Memang bukan bagian kesukaanku lagi setelah terakhir kita berpisah. Namun siapa sangka ternyata kehadirannya yang tak terduga mengun

Susah Bersama Tuhan

Image
Pada bagian kosong di sudut ruang kamar, aku bagai partikel-partikel yang bergerak bebas dalam kehampaan. Seperti dipaksa untuk tetap tunduk pada kerasnya hidup. Bagai sengaja dibuat jauh dengan bahagia. Rasanya ingin berontak kepada takdir. Terjebak dalam hidup yang gelap bagai bernafas tanpa hasrat dan keinginan. Tampak buta seperti otak tanpa pengetahuan. Kesedihan ini lahir dari terpampang jelasnya hidup mewah yang dilapis ‘kebahagiaan’ orang-orang di sekelilingku. Mereka terlihat baik-baik saja tanpa harus menyisihkan waktu untuk berdoa. Aku yang tak pernah berhenti menyisihkan waktu kurang dari satu jam untuk berbincang dengan Tuhan, justru punya bertubi-tubi kesusahan. Namun ada hal yang tak diketahui oleh mereka makhluk pecinta kenikmatan duniawi. Firman Tuhan berbisik pada telingaku, bahwa kebahagiaan orang fasik adalah semu. Jika aku memperhatikan, maka tempat ia sudah tidak ada lagi. Tuhan bilang orang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan y

Semakin Jauh

Image
Now Playing - Austin Mahone "Someone Like You" Kepada langit gelap yang diselimuti awan abu-abu, aku menatap ke atas melalui atap rumah yang transparan. Tidak ada putih awan yang  bermain di atas. Hanya kekelaman yang senang bersinggah disana hampir 30 menit terakhir setelah letihku bisa dihempaskan ke atas tempat tidur di kamarku yang nyaman. Aku tidak sedang membahas hujan deras yang sebentar lagi turun. Hanya begitu terkesima bahwa sore ini aku dan semesta punya suasana hati yang sama. Jauh dari kecerahan yang bisa membuat langkah ini mudah untuk maju ke depan. Saat ini rasanya lebih nyaman mengumpat di balik tembok berwarna gelap agar tak terlihat. Pandangaku sedang tak mampu mencari arah. Petunjukku hilang entah kemana. Kini hidupku sedikit (lebih banyak) sulit untuk menghadapi kenyataan. Aku pun tidak tahu apa aku terlalu bodoh untuk berusaha menyimpan perasaan yang entah akan terbalaskan atau sebaliknya. Meski sejujurnya aku siap gila bila harapan-harapa