Ketika Semuanya Harus Berakhir.
Kata-kata ini dapat terbentuk, salah satunya karna malam ini aku ditemani oleh Depapepe - Wedding Bell.
Aku menuliskan ini atas izinmu,
aku pernah menjanjikan sesuatu pada mereka yang selalu bertanya tentang kita. Karena
sulit untuk dijelaskan satu persatu secara langsung, biarlah aku menuliskan
sesuatu, Ketika Semuanya
Harus Berakhir. Saat hati ingin kamu tetap tinggal, namun logika
menyadarkan aku agar sesegera mungkin melangkahkan kaki beranjak pergi.
Masih teringat betul bagaimana
kamu berusaha mencegahku untuk mengambil keputusan yang masing-masing dari kita
tahu, bahwa itu jalan terbaik namun sungguh menyakitkan jika dilakukan. Masih teringat
jelas dalam bayangan bagaimana khawatirnya sosok kamu yang tidak ingin harinya
dihiasi tanpa aku. Semua masih teringat
jelas bagaimana itu terasa menyakitkan, saat aku mulai kelelahan atas sikapmu.
Saat aku mulai enggan untuk berbicara banyak hal agar kamu menyadari apa yang
membuatku diam dan tak berusaha menjelaskan.
Singkat cerita…..
Saat itu kamu sudah mulai aktif
untuk melakukan pekerjaanmu, melakukan tugasmu sebagai anak Negara, aku mulai
merasa itu adalah yang terpenting bagimu saat ini. Menomor-sekiankan aku yang (pernah)
menjadi prioritas utama bagimu. Aku masih mengerti dan selalu berusaha untuk
seperti itu. Setiap kali kamu mulai lupa untuk yang kesekian kalinya memberikan
kabar, untuk yang kesekian kalinya kamu lupa akan hal kecil hingga hal penting tentang
kita. Ya. Mungkin kini sudah tidak begitu berati untukmu. Lain denganku yang
masih menganggap kamu sama seperti kamu yang kukenal saat dulu. Mungkin juga
aku yang belum dapat berfikir dewasa, atau belum bisa menerima kenyataan bahwa
kamu kini bukan lagi kamu yang kukenal saat perrtama kali bertemu. Aku tahu
manusia akan berubah seiring berjalannya waktu, aku tahu kamu kini sudah
berdiri di atas kesuksessan yang telah kau raih. Namun tidakkah kau ingat
sedikit tentang apa yang pernah menjadi komitmen dalam hubungan kita? Iya. Mungkin
ini pertanyaan bodoh yang terintas dariku untukmu..
Saat aku mulai lelah akan
sikapmu yang enggan menyeimbangkan usahaku, tak ada lagi tempat aku bersandar
untuk beristirahat. Segala macam cara telah kucoba untuk membuat masalah yang
sedang menimpa kita berlalu. Sampai pada akhirnya (lagi-lagi) kamu lupa akan
hal kecil yang sesungguhnya mempunyai peran penting pada hubungan kita. Hal kecil
yang sesungguhnya adalah nyawa pada setiap hubungan. Komunikasi. Aku memilih
untuk diam dan tidak menjelaskan bahkan menggubris apa yang telah kamu katakan.
Hingga akhirnya kamu mengambil keputusan untuk memasukkan orang ketiga dalam
masalah yang sedang bergelut dalam hubungan kita. Agar aku merespon apa yang kau lakukan, begitukah caramu menyelesaikan
masalah? Agar kamu dapat penjelasan dariku atas apa yang menjadi masalah dalam
hubungan kita, begitukah caramu dengan menghampiri yang lain? Serendah itukah
caramu berfikir untuk menyelesaikan masalah? Tidak bisakah kamu melakukan hal
yang lebih pantas? Begitu banyak pertanyaan yang terlintas dalam benakku. Terlihat
jelas bahwa kejadian tepat delapan belas hari yang lalu. Aku menghubungimu
melalui telepon untuk menanyakan hal itu. Dan kamu hanya menjawabnya dengan
kalimat “Aku lakuin itu, karna aku tau
kamu pasti kasih respon.” Oh Damn!
Dear.. Where’s your brain? Why
are you like this? Is your brain can’t used anymore? Your explanation made me
suffer. I asked you to meet with me, but
you didn’t do that. I tried to suppress my sense of self-centered, so that the
situation becomes conducive. But you didn’t support it. So…. This is a decision that I took. It’s your choice dude, so don’t blame
me :)
Kamu yang memilih untuk tidak
menemuiku saat masalah ini sudah berada dalam posisi yang kritis. Sekali lagi
aku katakan. Kritis. Kau selalu tahu bahwa ketika kamu berusaha menemuiku, tak
peduli saat keadaannya sedang memanas atau tidak, itu selalu meluluhkanku. Meluluhkanku
untuk tidak sesegera mungkin mengakhiri rasa lelahku mempertahankanmu. Pernah aku
katakan padamu bukan, bahwa pada saat aku masih banyak bicara untuk
mengingatkanmu, menjelaskan masalah yang ada, memberikan alasan mengapa harus
begini dan begitu, itu tandanya aku masih peduli, pada apa yang disebut dengan
KITA. Tetapi kali ini, tepatnya pada delapan belas hari yang lalu, semuanya
begitu jelas menyiksaku. Hingga untuk berkata dengan suarapun aku sudah tak
mampu. Bukan rasa kecewa lagi yang telah kau buat, tapi siksaan. Kau menyiksaku
dengan teramat sangat. Salah jika kamu mengira aku ingin mengakhiri ini karna
tidak menyayangimu seperti hari-hari sebelumnya. Justru karna kamu tahu betul,
betapa kamu sungguh aku sayangi, sekalipun yang telah kamu lakukan itu sungguh
mengiris hati.
Ada alasan lain pula yang begitu
berperan sangat penting dalam berakhirnya hubungan ini. Kita sadar akan hal yang
menghalangi tujuan kita selama empat tahun menjalani hubungan bersama. Kita tahu
ada yang tidak dapat dipersatukan disini, logika terus berjalan, banyak suara dari mulut yang
mengambil alih atas apa yang kita jalani, tapi karena hati masing-masing dari
kita terlalu besar keinginannya untuk tidak saling melepaskan, maka kita terus
berjalan. Hingga rasa ini semakin mendalam. Ada beberapa hati yang terluka akan
keputusan ini, ada kedua orang tua yang mengkhawatirkan masing-masing dari kita
menginggalkan apa yang sudah menjadi kepercayaan dan keyakinan sejak
dilahirkan. Kita memilih untuk tetap
berjalan di atas perbedaan yang semakin hari semakin berat untuk dijalankan. Tetapi
begitu menyiksa pula untuk saling melepaskan, saat hati masih ingin tetap
tinggal. Saat tangan ini masih ingin untuk tetap dapat menyentuhnya, ketika
keraguan untuk bertahan mulai datang. Ini terlalu menyiksa.. Tapi kita menikmatinya.
Namun setelah perpisahan ini
menjadi keputusanku dan menjadi pilihanmu, ada pertemuan yang
seharusnnya tidak terjadi. Ada sesuatu yang berbeda justru ketika kita sudah
tidak bersama-sama lagi. Aku melihat bagaimana kamu tidak merelakan apa yang
telah terjadi, aku melihat ada tatapan yang ingin agar aku tetap tinggal, aku
melihat dan mendengar ada doa yang terucap dari bibirmu, aku melihat ada tangan
yang menggenggamku dalam doa. Aku melihat ada harapan yang kamu ingin katakan
namun begitu sulit diungkapkan. Saling menguatkan satu sama lain dalam keadaan seperti
ini sungguh tak ingin aku rasakan. Ada beberapa kali pernyataan bahwa satu sama
lain masih saling sulit untuk meninggalkan. Tak tahu apa yang akan terjadi
ketika tak ada lagi sosoknya dihati, begitu juga sosok diriku diharinya. Namun semua
ini harus tetap berjalan. Melangkahkan kaki ke depan membuat cerita baru, aku
tahu akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya setelah ini. namun pasti
keadaannya akan berbeda. Bukan seperti yang sekarang masing-masing dari kita
sedang lakukan. Mungkin akan ada pertemuan selanjutnya dimana kita sudah tidak
sama sekali ingin melanjutkan apa yang sudah berakhir. Mungkin akan ada perjumpaan
yang tidak kita duga kapan waktunya tiba, saat salah satu dari kita masih
memiliki rasa sayang yang sama atau justru sebaliknya.
Aku selalu
yakin dan percaya dalam Tuhan, atas semua yang sudah, maupun yang akan kita
lalui adalah proses menuju suatu pembentukkan hidup yang jauh lebih baik. Menikmati sulitnya membangun sesuatu yang telah hancur,
berusaha sendiri menghiasi hari yang (sementara) sepi, mengobati hati yang
dilukai dan mendamaikan semua yang telah dikecewakan mungkin akan terasa pahit
diawal. Namun tidak berarti itu menjadi sesuatu, yang tidak mungkin bisa
dilewati. Percayalah selalu ada pintu yang terbuka agar kamu dapat terus
melangkah. Saat kamu
teringat akan aku, kamu tidak perlu melangkahkan kakimu mundur ke belakang hanya
untuk memastikan bahwa kenangan yang tertinggal masih baik-baik saja. Atau bahkan
mundur ke belakang untuk memperbaiki apa yang telah terpisahkan. From the
bottom of my heart.. Kamu tidak perlu melakukan itu, karena akupun akan
melakukan hal yang sama meskipun begitu berat melangkahkan kaki ke depan tanpa
kamu. Jika kamu sudah terbiasa untuk kehadiranku dalam hidupmu,
pastinya kamu juga bisa untuk terbiasa dengan tidak adanya aku dihari-harimu
yang baru.
Akan
selalu ada cerita selanjutnya, tidak perlu terburu-buru untuk mengakhiri cerita
yang masih ingin diceritakan.. Ada beberapa cerita yang belum terselesaikan.
Maukah kamu tetap menantinya dengan sabar akan cerita yang akan aku bagi kepada
mereka? Persiapkanlah dirimu, karena mereka harus tahu. God bless you :)
Selamat
menikmati hari yang baru untuk kamu, Ketika Semuanya Harus Berakhir.
With Love, MP♥
Betapa kamu sungguh aku sayangi ... I almost cry mar :(
ReplyDeleteThank you gitaaa :')
DeleteTerima kasih atas artikel dan gambar menariknya. Semoga menjadi inspirasi buat kita semuanya. Salam kunjungan dari blog
ReplyDeletehttp://dengandemikian.blogspot.com